Kiat Sukses Menuju Ummat Bersatu
Ibarat sebuah bangunan rumah yang kokoh, maka ia terbangun oleh adanya perbedaan-perbedaan bahan bangunan. Ada pasangan batu, bata, adukan semen, besi, kayu, genteng, dll.yang membuat dirinya berdiri kokoh. Coba kita bayangkan, bila bangunan itu hanya berupa tumpukkan batu, bata atau adukan semen saja, maka bangunan tersebut akan mudah robah dan tidak terlihat indah.
Perbedaan adalah hiasan kehidupan dan membantu orang-orang yang hidup. Ia merupakan fitrah manusia dan bagian terpenting dari beragam sisi primer kehiduan. Kita bisa melihat bahwa perbedaan itu akan terlihat indah, manakala kita dapat menyatukannya sesuai aturan dan nilai-nilai Islam.
Oleh karena itu, sudah seharusnya era pemikiran manusia sekarang ini adalah era kematangan, karena Islam telah menjadi penutup risalah langit yang dikirim kepada manusia, ketika manusia telah mencapai taraf kedewasaan. Islam memandang perbedaan sebagai wujud kemahakuasaan Allah atas ciptaan-Nya dan rahmat yang Allah turunkan bagi makhluk-Nya. Dengan perbedaan, kehidupan menjadi dinamis dan tidak stangnan, karena akan mengantarkan sebuah kompetisi dari masing-masing elemen untuk berbuat yang terbaik.
3. Jangan menonjolkan diri.
Setiap kita memiliki aset dalam membentuk suatu kekuatan ummat. Karena setiap kesuksesan yang kita dapatkan pada hakekatnya terdapat kontribusi peran dari orang lain. Untuk itu, sangat bijaksana seandainya di antara kita dalam membangun kesatuan ummat ini, tidak berusaha saling menonjolkan diri. Biarlah nama kita tidak disebut, asalkan kita benar-benar telah berperan dalam menyukseskan kepentingan ummat. Karena balasan Allah SWT itu tidak akan keliru lagi tertukar.
Sungguh indah, seandainya kita bisa mencontoh kerjasama dari sebuah bangunan yang kokoh dan indah. Misalnya, bagaimana relanya sebuah batu menjadi pondasi yang tertimbun di tanah untuk mengokohkan bangunan, pasangan bata-bata yang membentuk sekat-sekat bangunan dengan diplester adukan pasir dan semen agar terlihat indah, dll. Begitu seterusnya sampai ke bagian atas bangunan (genteng), mereka tidak saling menonjolkan diri bahwa dirinya yang paling berjasa, tetapi mereka jelas-jelas ikhlas dan saling melengkapi demi suksesnya sebuah bangunan yang kokoh dan indah. Sungguh luar bisa, jika ummat Islam bisa mencontoh dari sikap komponen-komponen yang membentuk sebuah bangunan tersebut.
4. Diri bagian dari kesuksesan orang lain.
Sungguh beruntung bagi mereka yang memiliki pikiran dan tindakan bahwa dirinya telah berusaha maksimal untuk dapat menjadi jalan kesuksesan bagi dirinya dan orang lain. Kesuksesan yang sejati adalah apabila orang lain merasakan nikmat dari kesuksesan yang kita raih. Dalam arti lain, diri kita berusha untuk menjadi bagian dari kesuksesan orang lain.
Kita harusnya, berbahagia apabila orang lain menjadi sukses. Bukan sebaliknya, kita berusaha menghalang-halangi terhadap kesuksesan orang lain. Karena sungguh tidak berarti, bila kesuksesan yang kita dapatkan itu hanya dapat dirasakan oleh diri sendiri. Sukses yang hakiki, tidak lain adalah kesuksesan bersama. Lebih bagus lagi, bila diri kita ini menjadi bagian dari kesuksesan orang lain.
5. Mulai dari diri sendiri.
Perilaku mulai dari diri sendiri adalah sesuatu yang mudah dan aman dilakukan setiap orang, daripada perilaku menyuruh kepada orang lain. Memulai dari diri sendiri, juga berarti ia memiliki inisiatif yang tepat, sebelum memproyeksikannya kepada orang lain. Artinya, kegiatan menyeru kebaikan (baca: membuat ummat bersatu) kepada orang lain dianggap efektif, bila dimulai dengan menyeru berbuat baik kepada diri sendiri terlebih dahulu.
Jangan harap kesuksesan itu tercipta, bila kita hanya menuntut pada pihak lain. Padahal diri kita, sama sekali tidak memulai sendiri dalam hal membangun kesuksesan tersebut. Untuk itu, jangan kita menuntut orang lain untuk membentuk ummat bersatu tanpa diawali dari diri sendiri untuk memulainya. Jadi, ummat bersatu akan lebih cepat terwujud, bila setiap kita memulai mewujudkannya dari diri sendiri, memulai dalam hal-hal kecil, dan melakukannya dari saat ini. Waallahu’alam.
Penulis, adalah pendidik dan blogger di Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.





Dalam merawat bayi 6 bulan, tidak hanya nutrisi dan tidur yang perlu diperhatikan, tapi juga stimulasi perkembangan motorik dan kebersihan bayi.