Bisikan Ilahi, Denyut Iman
Professor Seyyed Hossein Nasr, filsuf Islam kontemporer, dalam bukunya “The Garden of Truth” (2020) menawarkan konsep “sacred science of the soul”—pendekatan spiritual yang mengintegrasikan dimensi lahiriah dan batiniah ibadah. Menurutnya, shalat dan membaca Al-Qur’an harus dialami sebagai perjalanan dari dunia luar (zahir) menuju dunia dalam (batin), dari bentuk menuju esensi.
Beberapa langkah praktis dapat kita tempuh. Pertama, mempraktikkan “mindful prayer”—shalat dengan kesadaran penuh. Ini berarti merasakan setiap gerakan, menghayati setiap bacaan, dan menghadirkan kesadaran akan kehadiran Allah. Dr. Malik Badri, psikolog Muslim terkemuka, dalam bukunya “Contemplation: An Islamic Psychospiritual Study” (2018) merekomendasikan teknik tamarkuz (konsentrasi) dengan memvisualisasikan makna bacaan shalat dan merasakan kehadiran Allah.
Kedua, mengadopsi pendekatan “tadabbur Al-Qur’an”—membaca dengan perenungan. Daripada mengejar target halaman, lebih baik fokus pada pemahaman mendalam terhadap sedikit ayat. Imam Ibn Qayyim Al-Jauziyyah menyatakan, “Membaca satu ayat dengan pemahaman dan penghayatan lebih baik daripada mengkhatamkan Al-Qur’an tanpa pemahaman.”
Ketiga, menjembatani kedua ibadah ini. Ayat-ayat yang dibaca dalam Al-Qur’an dapat menjadi bahan renungan dalam shalat, sementara kekhusyukan shalat dapat memperdalam pemahaman terhadap Al-Qur’an. Seperti dua sisi mata uang, keduanya saling melengkapi dalam membentuk pengalaman spiritual yang utuh.
Dr. Yusuf al-Qaradhawi dalam “Kaifa Nata’amal Ma’a Al-Qur’an” (Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Qur’an) menyarankan praktik “hiwar ma’a Al-Qur’an” (dialog dengan Al-Qur’an)—membaca Al-Qur’an sebagai bentuk percakapan personal dengan Allah, di mana setiap ayat dipahami sebagai pesan langsung untuk pembacanya.
Dalam konteks masyarakat modern Indonesia, implementasi pendekatan ini memerlukan adaptasi. Komunitas “Tadarus Transformatif” yang digagas oleh beberapa pesantren di Jawa Timur misalnya, menggabungkan pembacaan Al-Qur’an dengan diskusi reflektif tentang relevansi ayat dalam kehidupan kontemporer. Hasilnya, peserta tidak hanya memahami teks, tetapi juga merasakan kehadirannya dalam realitas keseharian.
Sementara itu, gerakan “Shalat Khusyuk” yang dipopulerkan oleh beberapa masjid kampus mengajak jamaahnya untuk mendalami makna dari setiap gerakan dan bacaan shalat. Pendekatan ini telah membantu banyak Muslim muda menemukan kembali kedalaman spiritual dalam ritual harian mereka.
Jika ditanya mengapa upaya menghidupkan esensi ibadah ini penting, jawabannya sederhana: karena komunikasi sejati dengan Allah adalah obat bagi krisis spiritual kontemporer. Di tengah keterasingan manusia modern, shalat menawarkan momen koneksi, sementara Al-Qur’an menyediakan petunjuk yang kontekstual.
Martin Buber, filsuf Yahudi, dalam karyanya “I and Thou” membicarakan dua jenis relasi: “I-It” (Aku-Itu) yang mereduksi entitas lain sebagai objek, dan “I-Thou” (Aku-Engkau) yang mengakui subjektivitas dan keunikan pihak lain. Shalat dan membaca Al-Qur’an mewujudkan relasi “I-Thou” paling sakral—komunikasi di mana manusia mengakui Allah sebagai Subjek Absolut, bukan sekadar konsep abstrak.
“Dalam keheningan shalat dan lembar-lembar Al-Qur’an, Sang Pencipta dan ciptaan-Nya bertemu dalam dialog tak berujung. Di sanalah hamba menemukan makna sejati keberadaannya—sebagai mitra bicara Yang Maha Kuasa.”
Inilah makna sejati dari ungkapan Imam Hasan Al-Bashri: bahwa dalam shalat dan Al-Qur’an, kita menemukan komunikasi dua arah dengan Sang Pencipta. Shalat bukanlah monolog kosong, tetapi dialog penuh makna. Al-Qur’an bukanlah teks mati, tetapi firman hidup yang berbicara kepada konteks kita. Keduanya merajut jembatan spiritual yang menghubungkan dimensi fana dan baka, mengantarkan jiwa kepada kedamaian yang selama ini dicarinya. Wallahu a’lam…
Arda Dinata, adalah Blogger, Peneliti, Penulis Buku dan Pendiri Majelis Inspirasi MIQRA Indonesia.
Daftar Pustaka:
Al-Ghazali, A. H. (2018). Ihya ulumuddin: Menghidupkan ilmu-ilmu agama (H. Firdaus, Terj.). Penerbit Republika.
Al-Qaradhawi, Y. (2020). Kaifa nata’amal ma’a Al-Qur’an: Bagaimana berinteraksi dengan Al-Qur’an (K. Suhardi, Terj.). Pustaka Al-Kautsar.
Badri, M. (2018). Contemplation: An Islamic psychospiritual study. International Institute of Islamic Thought.
Baudrillard, J. (2016). Simulacra and simulation (S. F. Glaser, Terj.). University of Michigan Press.
Buber, M. (2020). I and Thou (W. Kaufmann, Terj.). Scribner.
Daradjat, Z. (2016). Kesehatan mental dalam perspektif Islam. Pustaka Pelajar.
Iqbal, M. (2017). Asrar-i-Khudi: Rahasia-rahasia diri (B. Anam, Terj.). Mizan.
Nasr, S. H. (2020). The garden of truth: The vision and promise of Sufism, Islam’s mystical tradition. HarperOne.
Newberg, A., & Waldman, M. R. (2022). How God changes your brain: Breakthrough findings from a leading neuroscientist. Religion, Brain and Behavior, 12(3), 231-247.
Pusat Kajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (2023). Laporan survei nasional: Tren religiusitas Muslim Indonesia 2023. PPIM UIN Jakarta.