Urgenitas Mutu Layanan PAUD
Artinya, kalau saja sosialisasi program PAUD itu dilakukan dengan baik dan benar, maka pengelola pendidikan semacam TK dan sejenisnya tidak perlu khawatir dan merasa terancam. Sebab, program PAUD sendiri diperuntukan bagi anak umur 2-4 tahun, sedangkan TK untuk anak 4-6 tahun. Walau pun pada kenyataannya, penulis melihat di lapangan pembagian ini kadang-kadang tidak betul-betul dipatuhi dan tidak ada perbeadaan yang berarti.
Sementara itu, kalau dilihat dari tujuannya, program PAUD bertujuan untuk mengenalkan pendidikan sejak usia dini dan diperuntukkan khusus menampung anak-anak dari keluarga kurang mampu. Sedangkan pendidikan di TK rata-rata dari kalangan keluarga mampu. Dan yang pasti siswa PAUD pun dibatasi hanya 30 anak, sedangkan TK pada umumnya tidak dibatasi.
Untuk itu, pengembangan program PAUD ini ke depan, harus jelas-jelas bersinergi dengan lembaga-lembaga sejenis lainnya, baik yang formal maupun nonformal. Pasalnya, pendidikan semacam TK dan program PAUD ini sesungguhnya adalah sama-sama untuk mengelola masa keemasan anak untuk mempersiapkan memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut (baca: mendukung wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun). Di sinilah, kelihatannya harus dipersiapkan strategi yang tepat dari adanya program PAUD di masyarakat.
Strategi Peningkatan Akses
Pelaksanaan pembinaan anak usia dini di Indonesia, sesungguhnya selama ini telah dilakukan melalui berbagai upaya. Baik upaya secara langsung (seperti Tempat Penitipan Anak, Kelompok Bermain, dan Taman Kanak Kanak), maupun secara tidak langsung (Posyandu, Balai Keluarga Balita, dan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh PKK, KOWANI). Namun demikian, sayangnya pelayanan tersebut masih terpisah-pisah, belum tersikronisasi dan sinergik dengan baik, serta jumlahnya pun masih sangat terbatas jangkauannya.
Atas dasar fakta yang ada selama ini dan dikaitkan dengan sasaran program PAUD, maka alangkah baiknya bila strategi pelaksanaan yang diambil dalam program PAUD ini adalah lebih difokuskan pada pemberdayaan pendidikan anak usia dini melalui pendekatan nonformal, dan tentunya dengan tetap harus bersinergi serta berkoordinasi dengan lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini yang bersifat formal.
Untuk itu, secara pendekatan nonformal, langkah menyatukan Posyandu dan Balai Keluarga Balita dalam merealisasikan dari program PAUD adalah sesuatu hal yang realistis dan akan lebih meningkatkan angka pencapaian dari program PAUD. Dalam hal ini, paling tidak ada tiga strategi yang dapat dilakukan terkait dengan upaya peningkatan akses mutu layanan PAUD nonformal dalam mendukung wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
Pertama, kegiatan penyatuan Posyandu dan BKB harus berimplikasi dalam wujud adanya satu pelayanan yang memberikan bimbingan masalah gizi dan kesehatan yang memadai bagi ibu dan anaknya (baca artikel: PAUD dan pemenuhan gizi optimal bagi tubuh anak), memberikan informasi tentang cara-cara mendidik dan memberdayakan anak usia dini secara benar.
Kedua, harus didukung dengan keterpaduan pada tingkat masyarakat. Yakni berupa fasilitas umum, kader, kurikulum dan pelatihan yang terintegrasi dengan baik. Dalam arti lain, Posyandu dan BKB itu harus disinergiskan dengan semua program yang memiliki tujuan pada kebutuhan anak umur 0-4 tahun dan atau dengan TK. Sehingga transisi dari rumah ke pelayanan PAUD sebelum masuk SD dapat berjalan lancar.
Di sini, pendidikan yang diperlukan bagi anak usia dini sebagai dasar untuk pendidikan selanjutnya, antara lain: pendidikan gerak tubuh & kinestetik; pendidikan untuk mengembangkan kemampuan verbal/ linguistik; dan pendidikan untuk mengembangkan kemampuan sosio emosional.
Ketiga, adanya program yang integral dalam hubungan birokrasi yang dilakukan oleh berbagai sektor dan departemen yang terkait dengan bidang pemberdayaan pendidikan anak usia dini dan kesejahteraan keluarga. Arti lainnya, adalah perlu adanya gerakan yang bersifat menyeluruh untuk mengembangkan program PAUD melalui KIE.
Sementara itu, Prof. Dr. Soedijarto (1998), dalam makalahnya berjudul: Pembinaan Perkembangan Anak Sejak Dini Sebagai Investasi Untuk Masa Depan, menyebutkan ada 7 pendekatan dan alternatif pelayanan yang dapat dilakukan untuk meningkatnya akses (jangkauan) dan mutu layanan dari program pembinaan pendidikan anak usia dini ini.
Pertama, pealayanan langsung kepada anak-anak melalui program penitipan anak, kelompok bermain, dan berbagai bentuk kelembagaan yang melayani anak secara langsung dan melembaga.
Kedua, pendidikan “caregives” baik orang tua (ibu), atau lembaga sukarela melalui program-program kunjungan dari rumah ke rumah, pendidikan keluarga, Posyandu, atau Balai Keluarga Balita.
Ketiga, peningkatan partisipasi masyarakat melalui program pemasyarakatan dengan melatih kader dan pemimpin seperti yang dilakukan di Malaysia dan Thailand.
Keempat, pengembangan kemampuan tenaga ahli dan semi ahli untuk memberikan model-model pembinaan yang dapat menarik perhatian dan memungkinkan motivasi masyarakat untuk mengikuti jejak model-model yang dikembangkan para ahli.
Kelima, peningkatan kesadaran masyarakat dan peningkatan tuntutan masyarakat perlunya program tersebut.
Keenam, mengembangkan jaringan kerja dalam masyarakat yang dapat mendukung terlaksananya suatu program, seperti ditetapkannya peraturan-peraturan yang secara tidak langsung mendorong atau memperkuat kemauan seluruh masyarakat untuk melaksanakan program pembinaan anak usia dini.
Ketujuh, mengembangkan kebijakasanaan nasional yang menjadi landasan terlaksananya program secara ajeg dan sinambung.
Akhirnya, melalui strategi dan usaha peningkatan akses mutu layanan PAUD seperti di atas, maka diharapkan keberadaan program PAUD ini dapat menghasilkan anak sehat, cerdas, ceria dan berakhlak mulia, serta memiliki kesiapan memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut. Tepatnya, mendukung program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.***
Penulis, adalah pendidik dan blogger di Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.